Ketika Moral Runtuh, Islam Punya Solusi Utuh
[Bandar Lampung] Malam itu tampak biasa saja. Jumat malam Sabtu (09/05/2025) di sudut kota Bandar Lampung, langit cerah, dan secangkir kopi khas Lampung mengepul hangat di tangan para peserta. Tapi ada sesuatu yang tidak biasa di udara: kegelisahan tentang nasib generasi kita.
Dalam suasana penuh kehangatan dan kekeluargaan, para peserta kajian keislaman rutin "Kantin KU" mulai berdiskusi, berbagi cerita, dan menanti dengan antusias topik utama malam itu—topik yang menyentuh hati dan menggugah nurani: krisis moral yang melanda masyarakat kita.
Mas Hilmi, sang moderator, membuka acara dan memperkenalkan narasumber utama yang tak asing lagi, Ustadz Ahmad Tusi, Ph.D., seorang akademisi sekaligus pengkaji Islam yang tajam dan visioner. Malam itu, Ustadz Tusi mengajak hadirin menengok lebih dalam ke akar persoalan dekadensi moral di era kapitalisme dan sekularisme. Mengapa kejahatan seksual, pergaulan bebas, narkoba, dan pornografi makin marak? Apakah ini semata kegagalan individu yang bersifat kasuistik ataukah justru merupakan problem sistemik yang salah?
Masyarakat kita sedang menghadapi badai besar bernama krisis moral. Fenomena ini bukan lagi sekadar cerita di pinggiran kota, tapi telah menjadi realitas yang menyelimuti hampir seluruh lapisan masyarakat, mulai dari remaja hingga para elit institusi. Kita menyaksikan maraknya pergaulan bebas, meningkatnya kekerasan seksual, penyalahgunaan narkoba, judi online, dan keterlibatan oknum aparat dalam tindakan amoral. Semua ini mengindikasikan bahwa ada yang sangat salah dengan fondasi yang menopang kehidupan bangsa saat ini.
Potret Kelam Moral Bangsa
Data demi data membentangkan kenyataan yang mengerikan:
-
19,6% kasus kehamilan tak diinginkan terjadi pada remaja berusia 14–19 tahun, dan 20% kasus aborsi dilakukan oleh remaja. Ini bukan sekadar angka, tapi cerminan betapa generasi muda kehilangan arah.
-
Dalam survei 500 remaja, 33% pernah melakukan hubungan seksual, dan 58% melakukannya pada usia 18–20 tahun.
-
5.949 kasus kekerasan terhadap perempuan dilaporkan hanya dalam satu tahun. Sebagian pelakunya adalah mereka yang seharusnya menjadi pelindung: pimpinan pesantren, polisi, guru besar, hingga dokter.
-
22% dari 5 juta pengguna narkoba adalah pelajar, menunjukkan bahwa dunia pendidikan tidak lagi menjadi benteng moral.
-
Indonesia dinobatkan sebagai negara dengan akses konten pornografi terbesar di dunia.
Moral bukan sekadar soal sopan santun atau adab berpakaian. Moral adalah fondasi utama kehidupan sosial yang sehat, beradab, dan bertanggung jawab. Ketika ia runtuh, yang tersisa adalah kekacauan, kesakitan, dan kehancuran sosial.
Ironisnya, negeri ini tidak kekurangan instrumen hukum untuk melindungi masyarakat, khususnya perempuan dan anak. Komnas Perempuan, UU TPKS (Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual), serta berbagai aparat hukum tersedia. Namun, mengapa angka kejahatan dan kekerasan malah meningkat? Mengapa perempuan justru semakin tidak aman?
Jawabannya sederhana tapi menyakitkan: sistem yang kita anut tidak berpihak pada nilai-nilai moral, tetapi pada kebebasan tanpa batas. Negara hadir sebagai penonton, bahkan ada oknum penegak hukum yang justru menjadi pelaku.
Sekularisme dan Liberalisme: Akar Kerusakan Moral
Indonesia adalah negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Namun sayangnya, sistem yang diterapkan bukanlah sistem Islam, melainkan sistem sekularisme-liberalisme. Agama hanya dianggap urusan pribadi, tidak boleh ikut campur dalam urusan negara dan kehidupan publik.
Konsekuensinya sangat merusak:
-
Pendidikan sekuler mencetak generasi yang cerdas secara akademik tapi kosong secara spiritual dan moral.
-
Budaya permisif merajalela, menjadikan kebebasan individu sebagai standar kebaikan, bukan kebenaran hakiki dari Sang Pencipta.
-
Negara netral terhadap moral: tidak peduli halal atau haram.
-
Konten pornografi dan seks bebas dianggap bagian dari "ekspresi diri" di media sosial semakin liar.
Inilah wajah sekularisme-liberalisme yang nyata: moralitas tercerabut, masyarakat permisif, generasi rusak, dan keadiran negara sebagai pelindung akhlak dipertanyakan?.
Islam Punya Solusi Utuh
Di tengah keruntuhan ini, Islam tampil sebagai satu-satunya sistem kehidupan yang menyeluruh (kaffah), yang tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga sesama manusia dan dengan dirinya sendiri. Islam memiliki solusi preventif dan kuratif yang terbukti ampuh menjaga moral individu dan masyarakat:
1. Menjaga Pandangan dan Aurat
Islam memerintahkan pria dan wanita untuk menundukkan pandangan dan menutup aurat dalam kehidupan publik (QS. An-Nur: 30–31). Pandangan yang terjaga adalah tameng terhadap syahwat liar. Nabi SAW bersabda bahwa pandangan kepada lawan jenis adalah panah beracun dari iblis. Siapa yang meninggalkannya karena takut pada Allah, akan merasakan manisnya iman.
2. Larangan Khalwat
Islam melarang keras khalwat, yaitu berdua-duaan antara pria dan wanita yang bukan mahram. Rasulullah mengingatkan bahwa saat keduanya berduaan, yang ketiga adalah setan. Larangan ini bukan semata formalitas, tapi bentuk perlindungan sosial yang luar biasa.
3. Menolak Eksploitasi Wanita
Islam mengharamkan eksploitasi perempuan dalam bentuk apa pun: kontes kecantikan, model iklan sensual, atau konten vulgar. Islam memuliakan perempuan bukan karena tubuhnya, tapi karena akhlaknya.
4. Sanksi Tegas bagi Pelaku Kejahatan Seksual
Islam menerapkan hukuman keras bagi pelaku kekerasan seksual:
-
Ta’zir untuk pelaku eksploitasi dan pembuat konten pornografi.
-
100 kali cambuk dan pengasingan setahun bagi pelaku pemerkosaan yang belum menikah.
-
Hukuman rajam hingga mati bagi pelaku yang telah menikah.
-
Negara juga wajib melindungi dan merawat korban kekerasan seksual, secara fisik dan psikis.
5. Sistem Pendidikan Islam
Islam tidak membiarkan generasi tumbuh tanpa akidah. Anak-anak dalam sistem Islam diajarkan menghafal Qur’an sejak dini, diajarkan adab, akhlak, dan ilmu. Ketika balig, mereka diarahkan untuk menjadi ilmuwan, profesional, atau pemimpin dengan dasar keimanan yang kokoh.
6. Peran Negara, Masyarakat, dan Keluarga
Dalam sistem Islam, keluarga, masyarakat, dan negara bersinergi menjaga generasi. Bukan sistem yang saling melempar tanggung jawab seperti hari ini. Negara berfungsi sebagai pelindung nilai dan penegak syariat secara total.
Konsekuensi Keimanan
Allah berfirman dalam QS. An-Nisa: 65:
"Mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, lalu mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap keputusanmu, dan mereka menerima sepenuhnya."
Iman bukan hanya keyakinan di hati, tapi ketaatan total kepada hukum Allah dan Rasul-Nya. Menolak syariat berarti menolak iman.
Sistem kehidupan Islam tidak akan pernah bisa tegak secara parsial. Ia harus diterapkan secara menyeluruh (kaffah) dalam sebuah institusi negara, yaitu Khilafah Islamiyah. Hanya dengan sistem ini, hukum-hukum Islam bisa ditegakkan, dan moral masyarakat bisa dijaga dari kerusakan.
Khilafah bukan sekadar mimpi sejarah. Ia adalah kebutuhan nyata hari ini. Ketika kapitalisme dan liberalisme terbukti gagal menyelamatkan generasi, apakah kita masih akan menolak sistem yang diturunkan oleh Sang Pencipta manusia?
Penutup
Wahai kaum Muslimin....
Bangkitlah dari keterlenaan. Kerusakan moral yang menimpa kita hari ini adalah buah pahit dari sistem sekular-kapitalistik yang telah merusak manusia dari akarnya. Jangan biarkan anak-anak kita tumbuh dalam lumpur dosa dan gelapnya nilai tanpa iman.
Tidak ada solusi terbaik selain kembali kepada Islam.
-
Islam bukan hanya agama ritual, tapi sistem kehidupan yang lengkap.
-
Islam bukan hanya untuk masjid, tapi juga untuk negara, pendidikan, ekonomi, media, dan budaya.
-
Islam bukan hanya solusi individu, tapi solusi peradaban.
Kini saatnya kita mengalihkan pandangan dan perjuangan kita ke arah penegakan sistem Islam yang kaffah. Karena hanya dalam naungan Khilafah Islamiyah, seluruh hukum Allah bisa diterapkan, dan umat manusia bisa hidup dalam keamanan, kehormatan, dan keberkahan.
***
Saatnya Kita Bergerak Bersama
Krisis moral yang kita hadapi hari ini bukan hanya sekadar masalah individu. Ini adalah buah pahit dari sistem yang rusak dan menjauh dari petunjuk Ilahi. Kita tidak bisa lagi hanya menjadi penonton atau sekadar pengeluh dalam ruang diskusi. Kita harus menjadi bagian dari solusi.
- Mari mulai dari diri sendiri: memperbaiki akhlak, menjaga pandangan, menegakkan adab dalam setiap aspek kehidupan.
- Lanjutkan ke masyarakat: ajak keluarga, tetangga, dan sahabat kembali pada nilai Islam yang lurus, mulia, dan menjaga kehormatan.
- Dan mari suarakan perubahan sistemik: karena kerusakan ini tak akan pernah benar-benar tuntas tanpa penerapan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan—dalam pendidikan, hukum, media, dan negara.
Islam tidak sekadar menawarkan solusi. Islam adalah satu-satunya sistem yang benar-benar mampu menyelesaikan krisis ini dari akar hingga buahnya.
Saatnya kita kembali kepada Islam kaffah. Saatnya bergerak bersama. Untuk generasi yang lebih mulia, dan negeri yang dirahmati Allah. Amiin.. Insyaa Allah. [Agritusi/AT]
Post a Comment for "Ketika Moral Runtuh, Islam Punya Solusi Utuh"